nanonesia.id – Komisi XIII DPR RI mengungkapkan bahwa Kepala Rumah Tahanan (Karutan) Salemba di Jakarta telah dinonaktifkan setelah tujuh tahanan berhasil melarikan diri dari penjara. Kejadian tersebut menimbulkan kecaman dari berbagai pihak, termasuk Komisi XIII, yang menilai bahwa insiden ini mencerminkan kurangnya pengawasan dan sistem keamanan yang lemah di dalam fasilitas penahanan tersebut. Tujuh tahanan yang kabur berasal dari berbagai kasus, dan kejadian ini menjadi sorotan mengenai efektifitas pengelolaan sistem pemasyarakatan di Indonesia.
Dalam rapat dengan Kementerian Hukum dan HAM, Komisi XIII menekankan pentingnya evaluasi menyeluruh terhadap kondisi rumah tahanan di seluruh Indonesia. “Tindakan tegas harus diambil terhadap pejabat yang gagal menjaga keamanan dan ketertiban di dalam rutan, termasuk pengawasan yang lebih ketat terhadap tahanan,” ujar anggota Komisi XIII. Kasus kaburnya tahanan ini menunjukkan adanya celah dalam sistem pengamanan yang ada di Lapas dan Rutan, yang perlu segera diperbaiki agar kejadian serupa tidak terulang.
Penonaktifan Karutan Salemba dilakukan oleh Kementerian Hukum dan HAM sebagai bentuk pertanggungjawaban atas insiden tersebut. Pihak kementerian menyatakan bahwa mereka sedang melakukan investigasi untuk mengungkap penyebab utama kebobolan ini dan mencari tahu apakah ada kelalaian atau sabotase dari pihak internal. “Kami mengambil langkah ini untuk memastikan bahwa insiden ini tidak terjadi lagi di masa depan,” ujar Sekretaris Jenderal Kementerian Hukum dan HAM.
Selain itu, Menteri Hukum dan HAM juga mengungkapkan bahwa pihaknya sedang merancang peraturan baru untuk meningkatkan keamanan di rumah tahanan. Salah satu langkah yang dipertimbangkan adalah pemasangan teknologi pengawasan yang lebih modern, seperti pemantauan video 24 jam, serta perbaikan sistem keamanan fisik dan prosedur pemeriksaan bagi para tahanan yang keluar masuk. Ke depannya, diharapkan pengawasan dapat lebih optimal untuk menghindari kejadian-kejadian yang merugikan ini.
Kasus ini juga memicu diskusi di kalangan masyarakat mengenai perlunya perbaikan dalam sistem pemasyarakatan di Indonesia. Banyak pihak yang berpendapat bahwa kebijakan yang lebih humanis dalam sistem pemasyarakatan, termasuk pembenahan infrastruktur dan peningkatan kesejahteraan petugas, perlu menjadi perhatian serius. Selain itu, perbaikan terhadap sistem administrasi yang memungkinkan pengawasan terhadap tahanan juga harus diperhatikan.
Penyelidikan lebih lanjut masih berlangsung untuk mengetahui bagaimana ketujuh tahanan bisa melarikan diri, apakah melalui cara yang terencana atau akibat kelalaian petugas. Pemerintah berjanji untuk mengambil langkah-langkah lebih tegas untuk mencegah insiden serupa, serta memperbaiki sistem keamanan rumah tahanan di seluruh Indonesia. Ke depannya, diharapkan kejadian ini menjadi pembelajaran untuk meningkatkan kualitas pengelolaan rumah tahanan agar lebih aman dan terkontrol.