nanonesia.id – Amnesty International mengajukan permohonan kepada pihak kepolisian untuk tidak melanjutkan proses laporan yang diajukan oleh Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) terkait kritik yang disampaikan oleh Said Didu, mantan pejabat Kementerian BUMN. Laporan tersebut mengundang perhatian publik, terutama dalam konteks kebebasan berpendapat dan hak untuk mengkritik pejabat pemerintah tanpa takut diancam dengan proses hukum.
Said Didu, yang dikenal aktif dalam mengkritik kebijakan-kebijakan pemerintah, baru-baru ini menjadi sasaran laporan dari Apdesi setelah menyoroti kebijakan yang dianggap merugikan masyarakat desa. Kritik tersebut, yang diungkapkan melalui akun media sosial, dianggap oleh Apdesi sebagai tindakan yang merugikan citra organisasi dan berpotensi mencemarkan nama baik beberapa pihak. Sebagai respons, Apdesi melaporkan Said Didu ke polisi atas tuduhan pencemaran nama baik.
Amnesty International, dalam pernyataannya, menyampaikan bahwa langkah hukum terhadap Said Didu adalah bentuk upaya untuk membungkam kebebasan berekspresi yang dilindungi oleh konstitusi Indonesia. Menurut mereka, masyarakat memiliki hak untuk menyampaikan kritik terhadap kebijakan pemerintah, termasuk melalui media sosial. Proses hukum terhadap Said Didu dinilai sebagai tindakan represif yang dapat menciptakan efek menakut-nakuti bagi siapa saja yang ingin menyuarakan pendapatnya tentang kebijakan publik.
“Kebebasan berbicara adalah hak dasar yang dilindungi oleh konstitusi Indonesia dan juga oleh instrumen internasional. Proses hukum terhadap Said Didu atas dasar kritik yang dilontarkannya merupakan bentuk intimidasi yang harus dihentikan,” kata Amnesty International dalam pernyataannya.
Amnesty menegaskan bahwa tindakan seperti ini bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi dan hak asasi manusia. Organisasi ini juga mengingatkan bahwa kekebalan hukum tidak boleh digunakan untuk melindungi individu atau kelompok dari kritik publik yang sah, terutama jika kritik tersebut disampaikan dalam kerangka penyampaian pendapat yang konstruktif dan bukan untuk tujuan yang merugikan secara pribadi.
Said Didu sendiri menanggapi laporan tersebut dengan tegas, menyatakan bahwa kritik yang disampaikannya merupakan bentuk keprihatinannya terhadap kebijakan pemerintah yang tidak berpihak pada kepentingan masyarakat desa. Ia juga menegaskan bahwa sebagai warga negara yang memiliki hak untuk berbicara, ia tidak akan mundur dalam menyuarakan pendapat yang diyakini benar.
Di sisi lain, Apdesi berpendapat bahwa kritik Said Didu telah melampaui batas dan bisa mempengaruhi integritas organisasi serta pejabat pemerintah yang terlibat. Mereka menilai bahwa tindakan tersebut perlu dihentikan untuk menjaga ketertiban dan menghormati reputasi pihak yang terlibat dalam kebijakan.
Proses hukum ini menjadi sorotan publik, dengan banyak pihak yang mendukung kebebasan berekspresi dan mengkritik langkah hukum yang diambil Apdesi. Berbagai elemen masyarakat mengingatkan pentingnya ruang bagi kritik yang membangun dalam demokrasi, serta menjaga agar proses hukum tidak digunakan sebagai alat untuk menekan kebebasan berpendapat. Sejumlah pengamat juga menyarankan agar kepolisian bijak dalam menangani laporan semacam ini, dengan mempertimbangkan konteks kebebasan berpendapat yang dijamin dalam hukum.
Ke depan, peran pihak berwenang sangat krusial dalam memastikan bahwa kebebasan berpendapat tetap terlindungi tanpa adanya ancaman proses hukum yang tidak seimbang. Hal ini tidak hanya penting untuk Said Didu, tetapi juga bagi masyarakat Indonesia secara keseluruhan, untuk menjaga agar demokrasi tetap berjalan sehat dan bebas dari intimidasi.