Menelusuri Sejarah Gugatan Presidential Threshold di Mahkamah Konstitusi: Mengapa Masalah Ini Terus Berulang?

nanonesia.id – Di setiap pemilu, salah satu topik yang selalu memunculkan perdebatan adalah aturan Presidential Threshold. Aturan ini menjadi salah satu poin penting dalam demokrasi Indonesia, namun juga tak lepas dari kontroversi. Setiap kali ada pemilihan presiden, gugatan terkait Presidential Threshold selalu muncul, bahkan sering kali dibawa ke Mahkamah Konstitusi (MK). Lantas, apa sebenarnya yang mendasari berulangnya gugatan terhadap aturan ini, dan bagaimana sejarah gugatan tersebut di MK? Artikel ini akan membahas lebih dalam mengenai hal ini.

Apa Itu Presidential Threshold?

Presidential Threshold (PT) adalah ambang batas yang ditetapkan untuk menentukan partai politik atau koalisi yang dapat mengajukan calon presiden dalam pemilu. Di Indonesia, aturan ini sudah diatur dalam Undang-Undang Pemilu. Hingga saat ini, PT yang berlaku adalah sebesar 20 persen dari jumlah kursi DPR atau 25 persen dari suara sah nasional pada pemilu legislatif sebelumnya.

Meskipun tujuan awal dari adanya PT adalah untuk menyaring calon presiden agar tidak ada banyak calon yang mencalonkan diri tanpa dukungan yang kuat, namun aturan ini telah memunculkan banyak polemik. Banyak pihak yang merasa bahwa aturan ini membatasi hak demokrasi mereka, karena hanya partai besar atau koalisi besar yang memiliki peluang untuk mengajukan calon presiden.

Sejarah Gugatan Presidential Threshold di MK

Sejak pertama kali diterapkan, Presidential Threshold selalu menjadi topik yang kontroversial dan sering digugat ke Mahkamah Konstitusi. Berikut adalah beberapa momen penting dalam sejarah gugatan Presidential Threshold:

  1. Gugatan PT pada Pemilu 2009 Pada Pemilu 2009, Presidential Threshold pertama kali diperkenalkan dengan batasan 20 persen kursi DPR. Sejumlah pihak merasa bahwa PT ini tidak sesuai dengan prinsip demokrasi yang mengutamakan kebebasan bagi partai-partai politik untuk mengajukan calon presiden. Oleh karena itu, gugatan pun diajukan ke Mahkamah Konstitusi oleh beberapa pihak yang merasa dirugikan dengan aturan tersebut. Namun, MK pada saat itu memutuskan untuk menolak gugatan tersebut dan tetap mempertahankan aturan Presidential Threshold yang berlaku.
  2. Polemik PT di Pemilu 2014 Di Pemilu 2014, Presidential Threshold kembali menjadi perdebatan panas. Beberapa partai yang tidak memenuhi syarat PT merasa bahwa aturan ini tidak adil, karena hanya memberikan kesempatan kepada partai besar untuk mencalonkan presiden. Mereka menganggap bahwa PT ini menghambat munculnya calon presiden dari partai-partai kecil yang memiliki basis pemilih yang loyal, meskipun tidak memiliki cukup kursi di DPR.Gugatan terhadap PT ini kembali diajukan ke Mahkamah Konstitusi. Kali ini, MK memutuskan untuk menurunkan ambang batas PT menjadi 20 persen kursi DPR, namun tetap mempertahankan adanya PT. Meskipun begitu, keputusan MK ini tidak mengurangi ketegangan dan kontroversi terkait aturan tersebut.
  3. Gugatan PT di Pemilu 2019 Pada Pemilu 2019, aturan Presidential Threshold kembali digugat oleh sejumlah pihak yang merasa dirugikan. Kali ini, gugatan muncul karena PT yang tetap bertahan pada angka 20 persen kursi DPR. Beberapa partai politik menganggap bahwa aturan ini tidak adil karena hanya memberikan ruang bagi partai-partai besar untuk mencalonkan presiden.Mahkamah Konstitusi kembali menguji ulang aturan PT ini dan meskipun beberapa pihak menginginkan penghapusan PT, MK tetap mempertahankan ambang batas 20 persen kursi DPR. Dalam putusannya, MK menyatakan bahwa PT merupakan bagian dari sistem politik Indonesia yang sudah diatur dalam konstitusi.

Mengapa Gugatan Presidential Threshold Terus Berulang?

Tentu saja, pertanyaan yang muncul adalah mengapa gugatan terhadap Presidential Threshold ini terus berulang dari satu pemilu ke pemilu berikutnya? Ada beberapa alasan yang mendasari fenomena ini:

  1. Kehendak untuk Meningkatkan Keterwakilan Politik Banyak partai politik, terutama yang kecil, merasa bahwa Presidential Threshold menghalangi mereka untuk ikut serta dalam pemilihan presiden. Mereka berargumen bahwa PT hanya menguntungkan partai besar yang sudah memiliki banyak kursi di DPR, sehingga tidak ada ruang bagi calon presiden yang berasal dari partai kecil yang memiliki basis pemilih yang loyal.
  2. Peluang untuk Mengusung Calon Presiden dari Partai Kecil Partai politik yang memiliki kekuatan pemilih namun tidak cukup memiliki kursi di DPR sering merasa bahwa mereka terpinggirkan oleh PT. Mereka berharap bisa mengusung calon presiden dari partai mereka sendiri, namun terkendala oleh batasan-batasan yang ada dalam PT. Ini menjadi salah satu alasan mengapa gugatan terus muncul.
  3. Perbedaan Pandangan tentang Sistem Pemilu Ada pula pihak-pihak yang berpendapat bahwa Presidential Threshold justru mengurangi daya tarik sistem pemilu di Indonesia. Mereka berargumen bahwa PT menciptakan sistem yang terlalu terbatas, yang hanya memberi kesempatan kepada segelintir partai untuk berkompetisi dalam pilpres. Hal ini, menurut mereka, dapat merugikan keberagaman dan kualitas demokrasi di Indonesia.

Dampak Gugatan Presidential Threshold terhadap Demokrasi Indonesia

Gugatan-gugatan terhadap Presidential Threshold tentu saja memiliki dampak yang besar terhadap demokrasi Indonesia. Di satu sisi, gugatan ini menunjukkan adanya dinamika dalam kehidupan politik, di mana berbagai pihak mencoba memperjuangkan hak mereka untuk berpartisipasi lebih besar dalam pemilihan presiden. Namun, di sisi lain, gugatan yang berulang-ulang ini juga mencerminkan adanya ketidakpuasan terhadap sistem yang ada.

Meskipun begitu, Mahkamah Konstitusi tetap menjadi pihak yang memutuskan apakah Presidential Threshold ini akan tetap berlaku atau tidak. Keputusan MK ini akan sangat berpengaruh pada sistem politik Indonesia ke depan, terutama terkait dengan peluang partai-partai kecil dalam mengusung calon presiden mereka.

Kesimpulan: Apa yang Akan Terjadi di Masa Depan?

Sejarah gugatan Presidential Threshold di Mahkamah Konstitusi mencerminkan dinamika politik Indonesia yang selalu berkembang. Setiap pemilu, perdebatan tentang PT akan terus muncul, mengingat pentingnya aturan ini dalam menentukan siapa yang dapat mengajukan calon presiden. Namun, apakah MK akan tetap mempertahankan ambang batas ini atau melakukan perubahan besar-besaran? Hanya waktu yang akan memberi jawabannya.

Leave a Comment

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *